mau punya hotspot sendiri, pakai saja connectify pro, dengan software ini kamu bisa membuat jaringan hotspot sendiri dari PC,,, Connectify Pro 3.4.dapat kamu gunakan untuk berbagi jaringan dengan pengguna laptop/ netbook lain. Dengan Connectify Pro 3.4
Laptop/ netbook kamu yang terhubung dengan modem atau jenis jaringan
lainnya akan menjadi Hotspot yang dapat membagikan jaringan internet
kepada teman atau rekanmu. Perbedaan fitur yang ada pada versi lite
dan pro:
langsung saja kawannnn...
link downloadx
http://www.4shared.com/rar/D25qodax/Connectify_Pro_34.html
cara instalnya:
1. extrak dulu winrarnya (pswrd: kortikosteroidlaksana)
2. masuk ke folder dan klik 2x pada connectify instaler.
3. setelah itu gunakan keygen untuk registernya. copykan email dan serial numbernya,,,
4. connectify siap dijalankan,,,
selamat mencobaa
selamat datang
selamat datang di Laksana's Blog of Nursing..
maaf masih jauh dari sempurna,,
maaf masih jauh dari sempurna,,
Senin, 17 September 2012
Kamis, 06 September 2012
LP-ASKEP HARGA DIRI RENDAH (HDR)
HARGA DIRI RENDAH
A. MASALAH UTAMA
Harga diri rendah.
B.
PENGERTIAN
Harga diri rendah adalah
menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak dapat bertanggungjawab
pada kehidupannya sendiri.
C. PROSES TERJADINYA MASALAH
Konsep diri
didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat
seseorang mengetahui tentang diriya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang
lain (Stuart & Sunden, 1995). Konsep diri tidak terbentuk sejak lahir namun
dipelajari.
Salah satu komponen
konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri adalah penilaian individu
tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan
ideal diri (Keliat, 1999). Sedangkan harga diri rendah adalah menolak dirinya
sebagai sesuatu yang berharga dan tidak bertanggungjawab atas kehidupannya
sendiri. Jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah. Harga
diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain. Harga diri
diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama adalah diterima dan
menerima penghargaan dari orang lain.
Gangguan harga diri rendah di
gambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan
harga diri, merasa gagal mencapai
keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif yang
diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik
diri secara sosial.
Faktor yang
mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang
tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggungjawab
personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yag tidak realistis.
Sedangkan stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan
eksternal seperti :
1. Trauma seperti
penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksika kejadian yang megancam.
2. Ketegangan peran
beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu mengalami
frustrasi. Ada
tiga jeis transisi peran :
a.
Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam
kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai tekanan
untuk peyesuaian diri.
b. Transisi peran situasi terjadi dengan
bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat
pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan
oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi
tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan keperawatan.
Gangguan harga diri atau harga diri rendah
dapat terjadi secara:
1.
Situasional, yaitu terjadi
trauma yang tiba‑tiba, misal harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubugan kerja
dll. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privacy yang
kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopani (pemasangan
kateter, pemeriksaan
pemeriksaan perianal dll.), harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang
tidak tercapai karena di rawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak
menghargai.
2.
Kronik, yaitu perasaan
negatif terhadap diri telah berlangsung lama
A. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
1.
Masalah keperawatan:
a.
Resiko isolasi sosial: menarik diri.
b.
Gangguan konsep diri: harga diri rendah.
c.
Berduka disfungsional.
2.
Data yang perlu dikaji:
a. Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri
sendiri.
b. Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
F.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Resiko isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
2.
Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan
dengan berduka disfungsional.
G.
RENCANA TINDAKAN
KEPERAWATAN
a.
Tujuan umum: sesuai masalah (problem).
b.
Tujuan khusus:
1.
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya
‑ Salam terapeutik
‑ Perkenalan diri
‑ Jelaskan tujuan inteniksi
‑ Ciptakan lingkungan yang tenang
‑ Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan
topik pembicaraan).
1.2.Beri kesempatan pada klien
mengungkapkan perasaannya.
1.3.Sediakan waktu untuk mendengarkan
klien.
1.4.Katakan kepada klien bahwa ia adalah
seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya
sendiri.
2. Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
2.1.Diskusikan kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki klien.
2.2.Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu
klien, utamakan memberi pujian yang realistis.
2.3.Klien dapat menilai kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki.
3.
Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan:
3.1.Diskusikan bersama klien kemampuan
yang masih dapat digunakan.
3.2.Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan
setelah pulang ke rumah.
4.
Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai
kemampuan yang dimiliki.
Tindakan
:
4.1.Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat
dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
4.2.Tingkatkan kegiatan sesuai dengan
toleransi kondisi klien.
4.3.Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien
lakukan.
5.
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan
:
5.1.Beri kesempatan mencoba kegiatan yang
telah direncanakan.
5.2.Beri pujian atas keberhasilan
5.3.Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di
rumah.
6.
Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan:
6.1.Beri pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang cara merawat klien.
6.2.Bantu keluarga memberi dukungan
selama klien dirawat.
6.3.Bantu keluarga menyiapkan lingkungan
di rumah.
6.4.Beri reinforcement positif atas
keterlibatan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
@
Boyd
dan Nihart. (1998). Psychiatric
Nursing& Contemporary Practice. 1st edition. Lippincot-
Raven Publisher: Philadelphia.
@ Carpenito, Lynda Juall. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC:
Jakarta.
@ Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th
edition. Lippincott- Raven Publisher: philadelphia.
@ Keliat, Budi Anna dll. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC:
Jakarta.
@ Stuart dan Sundeen. (1995). Buku Saku Keperawatan Jwa. Edisi 3. EGC:
Jakarta.
@
Townsend.
(1995). Nursing Diagnosis in Psychiatric
Nursing a Pocket Guide for Care
Plan Construction. Edisi 3.Jakarta : EGC
LP-ASKEP PERILAKU KEKERASAN
Perilaku Kekerasan
A.
Masalah Utama:
Perilaku
kekerasan/amuk.
B.
Pengertian
Perilaku kekerasan
adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau
marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995)
C.
Proses Terjadinya
Masalah
1.
Pengertian
Perilaku
kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi atau
intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional yang belum
dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga menggambarkan rasa tidak aman,
kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain.
Gejala klinis
Gejala klinis yang
ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan didapatkan melalui pengkajian
meliputi :
a.
Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah,
tanda-tanda marah yang diserasakan oleh klien.
b.
Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada
suara tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak:
merampas makanan, memukul jika tidak senang.
Faktor
predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap
orang mungkin menjadi faktor predisposisi yang mungkin/ tidak mungkin terjadi
jika faktor berikut dialami oleh individu :
a.
Psikologis; kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi
yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk.
b.
Perilaku, reinforcement yang diteima ketika melakukan
kekerasan, sering mengobservasi kekerasan, merupakan aspek yang menstimuli
mengadopsi perilaku kekerasan
c.
Sosial budaya; budaya tertutup, control sosial yang tidak
pasti terhadap perilaku kekerasan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima
d.
Bioneurologis; kerusakan sistem limbic, lobus frontal/temporal
dan ketidakseimbangan neurotransmiser
Faktor
presipitasi
Bersumber dari klien (kelemahan fisik,
keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri kurang), lingkungan (ribut,
padat, kritikan mengarah penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan
dan kekerasan) dan interaksi dengan orang lain( provokatif dan konflik).
( Budiana Keliat,
2004)
2.
Penyebab
Untuk menegaskan
keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan bisa disebabkan
adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian
individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai
perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal
mencapai keinginan.
Gejala Klinis
§
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan
tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
§
Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan
diri sendiri)
§
Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
§
Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
§
Mencederai diri (akibat dari harga diri yang
rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
(
Budiana Keliat, 1999)
3.
Akibat
Klien
dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi dirinya,
orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan
perabot, membakar rumah dll.
2.
Masalah Keperawatan dan
data yang perlu dikaji
a.
Masalah keperawatan:
1). Resiko mencederai diri,
orang lain dan lingkungan
2). Perilaku kekerasan /
amuk
3). Gangguan harga diri :
harga diri rendah
b. Data yang perlu dikaji:
1.
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1).
Data Subyektif :
§ Klien
mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
§ Klien
suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
§ Riwayat
perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2).
Data Objektif :
§ Mata merah, wajah
agak merah.
§ Nada suara tinggi dan
keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
§ Ekspresi marah saat
membicarakan orang, pandangan tajam.
§ Merusak dan melempar barang‑barang.
2. Perilaku kekerasan / amuk
1).
Data
Subyektif
:
§ Klien mengatakan
benci atau kesal pada seseorang.
§ Klien suka membentak
dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
§ Riwayat perilaku
kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2).
Data Obyektif
§ Mata merah, wajah
agak merah.
§ Nada suara tinggi dan
keras, bicara menguasai.
§ Ekspresi marah saat
membicarakan orang, pandangan tajam.
§ Merusak dan melempar barang‑barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri
rendah
1).
Data
subyektif:
Klien mengatakan: saya
tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
2).
Data
obyektif:
Klien tampak lebih suka
sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai
diri / ingin mengakhiri hidup.
D.
Diagnosa Keperawatan
a. Resiko mencederai diri, orang lain
dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/amuk.
b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan
gangguan harga diri: harga diri rendah.
E.
Rencana Tindakan
a. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai
dengan melakukan manajemen kekerasan
b.
Tujuan Khusus:
1.
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.1.
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2.
Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3.
Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2.
Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
2.1.
Beri kesempatan
mengungkapkan perasaan.
2.2.
Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.
2.3.
Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.
3.
Klien dapat mengidentifikasi tanda‑tanda perilaku kekerasan.
Tindakan
:
3.1.
Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
3.2.
Observasi tanda perilaku kekerasan.
3.3.
Simpulkan bersama klien tanda‑tanda jengkel/kesal yang dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
4.1.
Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
4.2.
Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
4.3.
Tanyakan "Apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai ?"
5.
Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
5.1.
Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
5.2.
Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
5.3.
Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara
konstruktif dalam berespon thd kemarahan.
Tindakan
:
6.1.
Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
6.2.
Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal,
berolah raga, memukul bantal/kasur.
6.3.
Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau
kesal/tersinggung.
6.4.
Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.
7.
Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku
kekerasan.
Tindakan:
7.1.
Bantu memilih cara yang paling tepat.
7.2.
Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
7.3.
Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
7.4.
Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai
dalam simulasi.
7.5.
Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat
jengkel/marah.
8.
Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan
:
8.1.
Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melaluit
pertemuan keluarga.
8.2.
Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9.
Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
9.1.
Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi,
efek dan efek samping).
9.2.
Bantu klien mengpnakan obat dengan prinsip 5 benar (nama
klien, obat, dosis, cara dan waktu).
9.3.
Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW,
Sundeen, Principles and Practice of
Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis
Mosby Year Book, 1995
2. Keliat Budi
Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
3. Keliat Budi
Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
4. Aziz R,
dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo, 2003
5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa,
Edisi 1, Bandung,
RSJP Bandung,
2000
Langganan:
Postingan (Atom)